RUMAH BAHASA ISYARAT: Sebuah rumah untuk membumikan bahasa isyarat

RUMAH BAHASA ISYARAT: Sebuah rumah untuk membumikan bahasa isyarat




Adalah sebuah fakta yang tidak bisa diungkiri bahwa jumlah Juru Bahasa Isyarat (JBI) di Yogyakarta semakin sedikit. Disamping itu kemampuan menjurubahasaisyaratkannya juga belum bisa disamakan dan distandarkan. Karena memang untuk saat ini belum ada lembaga yang fokus untuk melahirkan para jubah-jubah profesional bahkan untuk level nasional (sebut saja PUSBINDO dan PLJ) atau kampus-kampus perintis inklusi seperti UIN Sunan Kalijaga dan Universitas Brawijaya Malang. Mereka belum mempunyai produk hasil karya didikannya sendiri yang menjadi juru bahasa isyarat karena proses pendidikan dan pelatihannya. Kebanyakan JBI saat ini dilahirkan dari interaksi sosial yang memang tidak terprogram dan tersistem, yang penting ngobrol-ngobrol menggunakan bahasa isyarat nanti lama-lama akan bisa sendiri. Memang tidak ada salahnya bagi beberapa orang menggunakan teknik seperti ini asalkan bisa menghasilkan JBI yang berkualitas. Namun tidak semua orang memiliki cara belajar demikian dan juga tidak semua orang bisa sesupel itu untuk langsung ngobrol dengan berani dengan teman-teman tuli yang bahkan tidak tahu bahasanya. Dengan tidak adanya sistem yang padu, akhirnya kita tidak bisa mengukur keberhasilan dan ketercapaian target.

Ditengah-tengah jumlah JBI kita yang sangat sedikit, justru permintaan JBI semakin banyak baik itu hanya sekedar konsultasi dengan dosen, mengerjakan tugas, ingin wawancara, mengikuti kuliah, ada rapat, seminar, lokakarya hingga sidang di peradilan. Di satu sisi memang bagus, karena semakin banyak teman-teman tuli ingin mendengar dan didengarkan suaranya setelah sekian lama tidak menununjukkan eksistensinya. Namun di sisi yang lain kita masih sangat kekurangan tenaga ahli JBI untuk memfasilitasi teman-teman tuli berpartisipasi. Jangankan ahli, orang yang bisa berbahasa isyarat saja masih sangat minim apalagi yang berani tampil di depan untuk menjadi JBI. Karena menjadi JBI adalah suatu pekerjaan yang berat dan penuh dengan keahlian dan keterampilan teknis maupun teoritis. Untuk menjadi JBI paling tidak dia harus punya banyak kosa isyarat tentang berbagai tema, lancar dalam berbahasa isyarat, mahir dalam memainkan ekspresi, cukup memahami materi yang disampaikan, bisa menyederhanakan bahasa yang sulit dan masih banyak lagi.

Sebagai orang yang pernah berkecimpung di dunia riset, saya miris melihat dunia tuli yang masih sangat sedikit peneliti yang tertarik untuk menguliknya lebih dalam. Karena sebenarnya banyak sekali pembahasan yang ke depannya bisa berguna untuk orang Tuli itu sendiri maupun untuk masyarakat umum. Karena dengan adanya kajian-kajian ilmiah akan mendorong pemangku kebijakan untuk membuat aturan-aturan yang lebih ramah terhadap teman-teman tuli. Seperti cara beribadah untuk tuli, bagaimana cara membaca Al Quran jika menggunakan bahasa isyarat, metode pembelajaran berbahasa isyarat atau kosa isyarat ilmiah dalam tema-tema tertentu. Karena jika tanpa kajian ilmiah yang mendalam, pendapat tersebut tidak akan dianggap dan disebarkan dengan luas. Oleh karena itu masih sangat dibutuhkan kajian riset budaya tuli dan bahasa isyarat sehingga kita semua bisa berada di dalam rumah yang sama dan bercengkrama dengan bebas tanpa ada hambatan.

Hal-hal diatas adalah sebuah fakta yang terjadi sekarang khususnya di awal 2019 dan di Jogja, sebenarnya semua stake holder khususnya para tuli dan teman-teman JBI sudah tahu semua. Hanya saja belum ada yang memulai untuk serius menekuninya. Di Jakarta ada PLJ (Pusat Layanan Juru Bahasa Isyarat) yang fokus pada layanan penyediaan JBI, PUSBINDO (Pusat Bahasa Isyarat Indonesia) yang ingin memberikan pelatihan-pelatihan bahasa isyarat indonesia dan LRBI (Lembaga Riset Bahasa Isyarat) yang melakukan kajian riset tentang bahasa isyarat yang ada di Indonesia. Tapi itu semua ada di Jakarta dan beberapa wilayah di Indonesia saja, tidak cukup untuk mencover seluruh wilayah Indonesia, khususnya di Jogja. Nha, kemarin baru-baru ini ada cerisyarat (Cerita tentang bahasa isyarat)  yang diprakarsai oleh teman-teman JBI Jogja. Dari pertemuan ini saya merasa senang karena jogja sudah mulai bergerak untuk memajukan bahasa isyarat lagi yang sedang tertidur pulas. Respon dan antusiasnya bagus, ada beberapa relawan yang ingin belajar bahasa isyarat bahkan ingin menjadi JBI. Namun memang tidak semudah itu ferguso. Banyak JBI dan teman-teman tuli meyakini bahwa apapun yang berhubungan dengan bahasa isyarat harus melalui persetujuan tuli dan melibatkannya secara aktif. Padahal keyakinan ini tidak didukung dengan tindakan nyata para teman-teman tuli, semangat iya semuanya semangat, namun tidak ada yang mau dan bisa bertindak untuk kepentingan bersama.



Oleh karena itu Pusat Layanan Difabel yang saat ini diketuai oleh Dr. Arif Maftuhin berencana membuat Rumah Bahasa Isyarat (RBI) bersama saya dan teman-teman. RBI nantinya akan menampung seluruh masalah bahasa isyarat di Indonesia, khususnya di daerah Yogyakarta lebih fokus lagi di daerah UIN Sunan Kalijaga. Rencananya RBI ini akan menjalankan 3 fungsi pentingnya secara bertahap yakni Pendidikan, Layanan dan Penelitian.

1.       Pendidikan
Sudah dijelaskan di awal bahwa kita belum mempunyai dan menemukan kurikulum pembelajaran bahasa isyarat yang padu dan mempunyai standar yang jelas secara sistematis. Oleh karena itu RBI akan memberikan pendidikan dan pelatihan bahasa isyarat bagi orang-orang yang akan menekuni bahasa isyarat. Kemudian untuk orang-orang yang memang fokus dan ingin menjadi juru bahasa isyarat, kita juga punya kelas khusus dan dididik secara intensif dengan strategi khusus. Sehingga juru bahasa isyarat yang dihasilkan memiliki kompetensi yang profesional dan memiliki standar minimal. Selain itu RBI juga mengadakan berbagai acara untuk mendidik masyarakat dengar maupun tuli secara umum tentang bahasa isyarat. Hal ini bertujuan agar semakin banyak orang yang paham akan pentingnya bahasa isyarat bagi tuli, sehingga harapan kedepannya teman-teman tuli bisa memperoleh hak dan menjalani kewajiban yang sama dengan orang-orang dengar.

2.       Layanan
Hasil dari pendidikan dan layanan yang sudah dilakukan di awal adalah menjadi Juru Bahasa Isyarat (JBI). Dengan banyaknya JBI yang ada akan memungkinkan teman-teman tuli untuk menggunakan jasa layanan JBI untuk berbagai hal demi kemajuan teman tuli sendiri. RBI akan melayani berbagai kebutuhan layanan JBI seperti kuliah, seminar, bimbingan hingga persidangan dan acara penting lainnya.  

3.       Penelitian
Semua hal tentang bahasa isyarat tidak akan berjalan dengan kokoh tanpa adanya penelitian yang dilakukan terlebih dahulu. Oleh karena itu RBI akan melakukan berbagai penelitian seperti budaya tuli, pembuatan kamus kosa isyarat Islam, cara beribadah menggunakan bahasa isyarat, cara membaca al quran dengan bahasa isyarat dan lain-lain. Dengan majunya dunia penelitian bahasa isyarat akan semakin berkembang juga pribadi-pribadi tuli untuk mengaktualisasi dirinya.

Paling tidak 3 hal diatas yang akan menjadi fokus tindakan RBI ke depan. Untuk saat ini (awal 2019) RBI memang masih proses berdiri dan belum mempunyai bentuk yang mapan. Namun satu hal yang pasti, RBI akan mendedikasikan dirinya untuk kemajuan bahasa isyarat demi kemaslahatan bersama

Bagi para pembaca yang mempunyai keluh kesah terkait bahasa isyarat dan memiliki usulan terkait kemajuannya. Silakan komen dibawah atau hubungi saya di 0857-433-855-01

Previous Post
Next Post

post written by:

0 Comments: