Memang tidak banyak kenangan yang
aku alami bersama abah Rosim, tidak juga pernah didatangi saat mimpi atau
bahkan jarang sekali berbincang secara intensif dan mendapatkan pendidikan
privat secara langsung. Durasi waktu 5 tahun dari 2010 hingga 2015 juga masih
bisa dibilang waktu yang relatif pendek untuk mengabdi di Pondok Pesantren.
Namun menurutku sudah cukup bagiku untuk mengatakan dengan bangga bahwa Abah
Rosim Al Fatih adalah Kyaiku, Guruku, Abahku, dan Ayahku (semoga saya juga
diakui menjadi santri beliau). Satu kalimat yang paling saya ingat adalah:
“Santri Al Barokah boleh menjadi apa saja dan dimana saja, yang penting tetaplah BERJIWA SANTRI” KH. Rosim Al Fatih, Lc.
(atau mungkin kalimat sejenis itu
dengan pilihan kata yang berbeda) Itu adalah salah satu Quote favorit saya dari
Abah Rosim dan sekarang diabadikan dalam Visi Misi SMP Islam Prestasi mulai
saat saya menjadi kepala sekolah. Pernyataan itu disampaikan kalau tidak salah
sewaktu sehabis mujahadah atau pengajian
bandongan di Aula Al Barokah karena salah seorang santrinya berhasil meraih
juara I robotika tingkat internasional di Amerika (sekarang menjadi putra
menantunya). Kata-kata itu sangat membekas di dalam pikiran dan memang membuat
saya untuk terus menjadi apapun yang memang saya inginkan yang penting tetap
berjiwa santri. Paradigma ini juga ingin saya turunkan ke anak didik di
sekolah, sehingga mereka bebas untuk memilih menjadi apapun tanpa ada paksaan
dari manapun, namun tetap teguh dan berpondasi Islam kuat (baca berjiwa
santri). Terima kasih abah, sudah
menjadi sosok inspirator dalam beragama, mengajar serta memimpin.
Kemarin ini tepatnya tanggal 29
Januari 2019 saya merasakan perasaan serupa seperti ketika bapak saya meninggal
4 tahun lalu. Sungguh kacau dan gundah gulana tidak karuan., mungkin para
pembaca juga pernah merasakan hal yang sama ketika orang yang sungguh
dihormati, disayangi dan panutannya meninggal. Memang tidak keluar air mataku
saat itu, tapi itu bukanlah indikator bahwa aku tidak sedih saat ditinggal
abah. Memang perasaan tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata, dan memang aku
juga tidak bisa menuangkan perasaan dalam kata-kata.
Satu hal yang saya syukuri adalah
saya mondok di sana sewaktu Abah Rosim masih sehat dan beraktivitas biasa tanpa
ada halangan kesehatan yang berarti. Sehingga saya bisa mengetahui hal-hal luar
biasa dari beliau baik dari segi perbuatan, perkataan atau cerita-cerita
tentang beliau. Semasa hidupnya beliau memiliki karisma dan wibawa yang luar
biasa, saya tidak pernah melihat atau mendengar ada santri atau tamu bahkan kerabat
dekatnya yang “berani” dengan beliau, pasti semua perkataan dan dhawuh abah segera
dikerjakannya. Dan ketika memerintah dan memberikan arahan pasti sudah melalui
pertimbangan yang matang, sehingga semua kalangan akan menerima dengan lapang
dada tanpa nggersula dibelakang. Salut sekali, inilah memang seharusnya
sosok pemimpin yang sesungguhnya.
Selain itu beliau sering sekali
turun tangan atau sekedar ngecek perkerjaan yang diperintahkannya, sehingga
terlihat sekali perhatian beliau akan hal-hal detail se detail-detailnya. Sering
sekali dulu ketika membangun asrama Ad Dhuroh beliau turun tangan langsung
dalam beberapa pengerjaan krusial, seperti pasang batu, ngukur-ngukur, memaku,
dll. Bukan berarti di pondok tidak ada santri yang membantu atau tidak mampu
membayar tukang, tapi hal ini untuk menunjukkan bahwa bekerja keras itu tidak
kenal usia dan status. Selain itu abah juga ingin memastikan bangunan yang akan
dijadikan asrama pondok dibangun dengan standar sangat bagus. Mantab sekali, semoga
hal-hal baik dari abah bisa menurun ke seluruh dzuriah dan santrinya.
Pondok Pesantren Al Barokah sebenarnya
menurut saya bukan pondok nahwu, fiqh, tirakat, bukan pula thoriqoh (walaupun
abah juga mursyid thoriqoh). Tapi Al Barokah adalah pondok akhlak yang mengutamakan
sopan santun dalam bersosial sebagai materi ajar di setiap waktu. Memang harus
diakui sistem madrasah diniyahnya kalah jika dibandingkan dengan pondok-pondok
besar seperti Lirboyo, Al Iman, Gontor dll. Namun sifat-sifat yang diajarkan
disini, mungkin tidak ditemui disana, pembelajaran akhlak ini tidak semerta-merta
terlihat mata dan dirasakan langsung dalam kegiatan ngaji, mujahadah, roan,
atau kegiatan lain. Pondok yang memang paling cocok ditempatkan di Jogja bagian
utara dimana sebagian besar santrinya adalah mahasiswa aktif dari berbagai
universitas di Jogja. Pondok yang tidak mengekang keaktifan santrinya namun
tetap memiliki ciri khas yang bisa mengunggulkan pondok. Lanjutkan, semoga
pondok-pondok di jogja lainnya bisa mengikuti ini.
Abah memang termasuk santri kesayangannya
mbah Ali Maksum Krapyak, terbukti dengan beberapa cerita abah dan para santri
legend tentang bagaimana dekatnya hubungan beliau-beliau berdua. Abah katanya
adalah sopir pribadi, pemijat, asisten, dan santri paling top dari mbah ali.
Bahkan yang memberikan nama Pondok Pesantren Al Barokah adalah beliau mbah ali
sendiri. Suatu ketika beliau pergi ke kontrakan abah Rosim di daerah karangwaru
lor dan langsung berbicara ke abah dari atas mobilnya. “Ini saya beri nama
Pondok Al Barokah, kamu yang menjaga jogja bagian utara” kata mbah ali (atau
semacam itu). Padahal ketika itu abah masih ngontrak dan belum punya santri
mondok kecuali anak-anak yang minta diajari ngaji waktu itu. Namun Hal itu
terbukti hingga sekarang, Al Barokah adalah satu-satunya pondok besar yang
menjaga Jogja bagian utara. Semoga Al Barokah menjadi pondok pesantren arus
utama dan bertahan selama mungkin.
Mungkin sekian ketik ketik tidak
jelas ini. Tulisan ini hanyalah pelampiasan kesedihan santri yang ditinggal
oleh abah tercintanya.
0 Comments: