Pendekatan Umum yang Harus Diketahui Semua Aktivis Difabel: Bedanya difabel, disabilitas, dan cacat

Pendekatan Umum yang Harus Diketahui Semua Aktivis Difabel: Bedanya difabel, disabilitas, dan cacat


Berikut ini cuplikan dari dasar teori penelitian skripsi dari siddicq. Sudah susah-susah carinya, daripada hanya dibaca dosbing dan menumpuk di rak jurusan, mendingan diabadikan disini biar lebih bermanfaat untuk orang banyak.

Pemberian istilah yang kurang tepat menimbulkan stereotip yang buruk kepada peserta didik dan masyarakat. Stereotip adalah pelabelan terhadap kelompok tertentu. Sering kali Stereotip ini merugikan atau menimbulkan ketidakadilan.  Contohnya seperti kaum Yahudi, Cina, atau Israel yang ketika kita mendengar kata tersebut langsung merujuk pada perbuatan keji atau curang yang telah mereka lakukan di masa lampau. Hal ini sangat mungkin terjadi pada kaum difabel saat ini.

Sedikitnya terdapat tiga pendapat yang umum digunakan saat ini baik oleh akademisi, peneliti, aktivis difabel maupun penyandang difabilitas itu sendiri. Pendekatan yang masih diyakini adalah pendekatan tradisional/ budaya, biasanya digunakan oleh masyarakat umum. Pendekatan medis yang masih dipegang teguh para pelaku medis seperti dokter, psikolog, dan psikiater. Kemudian pendekatan sosial yang digunakan oleh aktivis dan penyandang difabilitas itu sendiri.

Pendekatan konservatif/ budaya (penyandang cacat)

Bagi kaum konservatif penyandang difabilitas sering disebut penyandang cacat. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling kuno dan lama secara otomatis sudah terbentuk karena kebiasaan dan keyakinan masyarakat setempat. Mungkin pengertian yang diyakini setiap daerah terhadap difabel bisa berbeda-beda. Ada yang meyakini bahwa difabel adalah orang yang sakti, memiliki kekuatan magis, hingga orang suci. Namun ada juga yang memiliki keyakinan kalau orang difabel merupakan orang yang terkena kutukan, dosa besar sehingga mendapatkan hukuman, karma dari perbuatan dirinya atau keluarganya bahkan ada yang menganggapnya aib sehingga harus disembunyikan atau malah dibunuh.

Penyandang cacat bagi kaum konservatif merupakan suatu keharusan alami yang tidak bisa dihindari. Hal ini sudah menjadi ketentuan Tuhan yang harus dijalani. Pada dasarnya manusia tidak bisa mengubah sesuatu yang sudah direncanakan dan dilakukan oleh Tuhan. Jadi, usaha manusia untuk mengubah keadaan seorang cacat adalah sia-sia saja.  Walaupun di era modern seperti ini masih banyak orang mempunyai keyakinan konservatif dalam memandang difabel. Tentu saja pendekatan ini sangat merugikan kaum difabel karena dipandang menjadi orang aneh, sakit dan hina. Lebih lagi hal tersebut tidak dapat diubah dan harus diterima dengan lapang dada.

Pendekatan medis (penyandang disabilitas)

Pandangan medis/ individual melihat dan menempatkan kecacatan sebagai sebuah permasalahan individu. Secara ringkas pandangan ini berkeyakinan kecacatan (impairment) merupakan tanggung jawab personal yang diyakini sebagai akar permasalahan serta penyebab atas hambatan aktivitasnya sehari-hari. Model ini secara resmi dipublikasi oleh WHO pada tahun 1980 yang kemudian secara bertahap diterapkan oleh negara-negara di seluruh dunia.  Dalam pandangan ini mereka sering disebut dengan disabilitas atau disability.

Sebuah contoh nyata dari model ini seperti halnya terdapat seorang yang kakinya layu (tidak bisa berjalan dengan sempurna) dan tidak sempurna dalam kegiatan mobilitasnya. Sebagai akibat dari kecacatannya dia tidak dapat bersekolah, bekerja bahkan hanya bermain dengan teman-teman di sekitar rumahnya. Tanggung jawabnya adalah melakukan pengobatan atau terapi sehingga dia bisa berjalan dengan orang normal lainnya. Sebelum dia sembuh dari kaki layunya maka tetap dianggap sebagai orang yang sakit dan tidak bisa melanjutkan hidupnya seperti orang pada umumnya. Jika setelah pengobatan belum juga sembuh, dia harus menerima kenyataan dan sulit untuk menjalani hidup seperti orang lain.

Pendekatan sosial (difabel)

Pendekatan sosial dewasa ini mulai banyak diserukan oleh para penggiat difabel untuk kembali mendapatkan hak-hak penyandang difabilitas. Pendekatan ini merupakan anti-tesis dari pendekatan medis yang berorientasi bahwa difabel adalah sebuah penyakit (disability as impairment) menjadi pendekatan sosial yang berbasis penindasan (disability as oppression).  Bisa dikatakan bahwa pendekatan sosial ini dibangun atas sebuah prinsip dasar bahwa kecacatan tidak mempunyai korelasi langsung terhadap kemampuan individual maupun komunikasi sosial. Melainkan dikarenakan kegagalan masyarakat, lingkungan serta negara dalam mengakomodasi kebutuhan difabel.  Jadi, sebenarnya cacat merupakan konstruksi sosial yang dibangun dan diyakini dalam waktu yang lama.

Istilah inilah yang diyakini para aktivis difabel maupun penyandang difabel itu sendiri. Dengan keyakinan kesamaan hak dan perbedaan yang unik akan lebih mampu untuk meningkatkan harkat dan martabat mereka. Dibandingkan dengan kedua istilah sebelumnya yang terlalu men-judge jelek bahkan hingga mendiskriminasi mereka. Hal ini sangat umum terjadi khususnya diwilayah jogja dan sekitarnya.

Salam Inklusi
Previous Post
Next Post

post written by:

0 Comments: