PERANGKAT PEMBELAJARAN DI SEKOLAH: INVESTASI atau MOMOK?? (BONUSS contoh template RPP, SILABUS, PROMES, PROTA)

PERANGKAT PEMBELAJARAN DI SEKOLAH: INVESTASI atau MOMOK?? (BONUSS contoh template RPP, SILABUS, PROMES, PROTA)




Tulisan ini khusus saya dedikasikan untuk seluruh guru di Indonesia baik di pra-sekolah, SD, SMP, dan atau SMA sederajat.

Apa yang kalian dengar saat kepala sekolah atau pengawas akan menyupervisi perangkat pembelajaran selama satu semester lengkap dari program tahunan (Prota), program semester (Prosem), silabus, analisis KKM, analisis hari efektif, RPP hingga ke penilaian afeksi, kognitif dan psikomotorik? Mungkin beberapa diantara kalian ada yang langsung kaget, takut atau panik karena selama ini pembelajaran di kelas langsung improvisasi saja dengan metode strategi dadakan dipikirkan di tempat. Sehingga mengacuhkan segala jenis perencanaan akhirnya dia tidak punya dokumentasi tertulis terkait kegiatan selama dia belajar mengajar. Namun ada juga yang memang tidak bisa dikatakan banyak guru-guru yang siap di garda depan lengkap dengan seluruh dokumentasi mengajarnya. Karena dia berkeyakinan bahwa perangkat pembelajaran adalah aset pembelajaran yang berharga sekaligus bukti jam terbang dia sebagai guru di kelas. Termasuk yang manakah Anda? Sebenarnya ini hanyalah tergantung sudut pandang, ada yang menganggap perangkat pembelajaran adalah dokumen-dokumen ribet dan sulit sehingga menjadikannya momok. Namun ada juga yang menganggap dokumen itu adalah investasi masa depan guna dijadikan berbagai karya seperti buku ataupun sebagai rujukan pembelajaran. Baik kita akan bahas satu-satu

Momok yang Mengerikan

Kenapa sih harus bikin perangkat pembelajaran super ribet ini? Kenapa gak langsung ngajar saja, nanti energi mengajarku kan malah habis duluan saat menyiapkan perangkatnya.  Capek deh...
Alaaah.. bikin bikin perencanaan gini juga nanti tidak dilakukan juga, akhirnya juga tetap improvisasi di kelas. Buang-buang energi saja.
Ngajar, ngajar, ngajar langsung ngajar.... kalo ada pengawas langsung cari di internet, tanya teman MGMP, tanya teman serumpun mapel, copasss copass copaasssss.....
Wah maaf pak, saya g ada waktu untuk buat perangkat pembelajaran. Waktu saya habis buat di kelas.
Dst...
Daaan masih banyak lagi mungkin kalau kita tulis akan ada ratusan alasan yang dilontarkan bapak ibu guru di seantero negeri ini. Hal ini terjadi karena sudut pandangnya terhadap perangkat pembelajaran hanya sebatas tumpukan kertas dan dokumen-dokumen ribet semata, tidak lebih. Sehingga dia tidak akan mengerjakan kecuali ada supervisi pengawas, kepala sekolah atau bahkan sampai akreditasi. Pembuatannya pun sudah dapat dipastikan tidak maksimal dan tidak sesuai realitas yang terjadi di kelas. Pekerjaan merencanakan ini hanya dianggapnya beban dan momok yang dihindari. Intinya tidak ada manfaat baginya ketika mengerjakan maupun tidak mengerjakan, hanya membuang-buang energi saja.

Investasi yang Berharga

Saya kemarin Jum’at pas hari kemerdekaan 17 Agustus 2018 jalan-jalan ke toko buku Gramedia sengaja mencari buku yang dulu saya ingin beli, Multiple Intelligences in Islamic Teaching karya ... yang berisi kumpulan rencana pembelajaran PAI dibalut dalam kemasan Multiple Intelligences, tapi sayangnya kebanyakan materi yang disampaikan dalam buku ini untuk materi anak SD/ MI. Walaupun sebenarnya dengan sedikit modifikasi materi, metode, media maupun strategi buku ini bisa diterapkan juga di SMP. Lagian niat pertama kali saya beli ini bukan untuk dibaca dan dipahami, tapi untuk di Amati, Tiru, Modifikasi, Improvisasi, dan Kreasi. Buku yang membahas rencana pembelajaran PAI untuk SMP dengan pendekatan MI juga belum ada, makanya saya ingin mengisi kekosongan itu. Rencana pembelajaran yang nantinya dibuat tidak hanya nongkrong memenuhi kapasitas hard disk dan lemari file saja. Tapi kita manfaatkan sebagai investasi berharga, harta karun pembelajaran, bukti jam terbang di kelas sehingga semakin lama kita mengajar semakin tambah juga keilmuan kita. Ini sebenarnya hanyalah masalah sudut pandang.

Waktu dulu saya sekolah sama sekali tidak memikirkan hal demikian, sama sekali. Tidak tahu kalau guru-guru itu juga berkewajiban untuk membuat perencanaan sekaligus meningkatkan mutunya setiap tahunnya. Namun waktu saya sekolah dulu (sekolah negeri yang sudah berdiri sejak laaaaaaama banget) tapi guru-guru yang mengajar di sana tidak jauh berbeda dengan kualitas mengajarnya dengan guru-guru di sekolah kecil saat saya membandingkan di bangku perkuliahan. Terus kemudian saya merenung, apakah saya yang tidak tahu perubahan guru-guru saya dulu, atau gurunya yang memang tidak berubah, atau gurunya yang tidak belajar untuk meningkatkan kinerjanya atau dulu belum ada regulasi seribet sekarang? Ah, sudahlah itu hanya pikiran saya dulu. Tapi sekarang saya melalui tulisan ini hanya bisa berharap bahwa guru-guru di seluruh Indonesia mulai mengubah sudut pandangnya terkait perangkat pembelajaran yang dulunya menjadi momok yang mengerikan, perangkat yang melelahkan dan tidak berguna. Menjadi dokumentasi pembelajaran yang memiliki nilai investasi tinggi, merencanakan seluruh kegiatan belajar mengajar dengan tepat serta meningkatkan kualitas mengajar melalui evaluasi kegiatan belajar mengajar setiap tahun. Harapan hanya menjadi harapan belaka tanpa dilakukan. Dan saya percaya akan suatu nilai:
Orang yang mau melakukan akan mencari waktu, dan orang yang tidak mau melakukan akan mencari alasan.

Sebaik-baiknya perencanaan adalah yang dilakukan, apapun itu. Sebaliknya seburuk-buruknya perencanaan adalah yang tidak dilakukan. 
Saya sebenarnya juga agak kurang setuju dengan template atau rambu-rambu yang dibikin oleh pemerintah pusat. Mengapa? Karena memang tidak bisa dipungkiri terlalu ribet dan banyak sekali yang harus dicantumkan. Ya, memang benar niat pemerintah agar guru bisa merencanakan dengan matang segala bentuk kegiatan belajar mengajar dengan matang dan tanpa celah. Namun begitulah enaknya pemerintah, tinggal buat kebijakan dan perintah kepada para bawahan tanpa melakukan riset dan melihat jerih payah guru di akar rumput. Selain sangat merepotkan dan bisa jadi menghabiskan energi, perencanaan yang terlalu njelibet dan tidak dilakukan juga akan sia-sia. Hanya sebagai pemuas supervisor atau pengawas, padahal kegiatan belajar-mengajar seharusnya difokuskan untuk siswa. Bukan sebaliknya, yang saya lihat belakangan perangkat ini hanya dijadikan pemuas supervisor atau pengawas yang akan akreditasi sedangkan murid dijadikan korban sistem. Sungguh miris negeri ini...
Saya dan tim kurikulum SMP Islam Prestasi Al Mubtadi-ien berusaha untuk membuat perangkat pembelajaran sepragmatis mungkin, namun tetap tanpa mengurangi ketentuan minimal dari dinas tahun 2018. Dengan seizin kepala sekolah saat ini saya bisa nge-share templatenya dalam bentuk .docx yang bisa didonwload di bawah ini. Ingat, ini hanya template kosong tidak berisi konten mata pelajaran apapun.

bit.ly/perangkat2018smpip

Salam Pendidikan !! Salam Prestasi !!

Previous Post
Next Post

post written by:

0 Comments: