Pernahkah kalian bertemu dengan difabel? Kira-kira bagaimana mereka cara shalatnya ya.... kemudian apakah mereka wajib shalat? hhmm..
Ada banyak jenis difabel yang ada di Indonesia bahkan dunia, pengertian difabel (pemerintah menyebutnya sebagai disabilitas) menurut UU no 8 tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas mendefinisikannya sebagai setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Jadi, luas sekali pengertian difabel, oke kita persempit ruang pembahasan kita dulu biar fokus. Difabel fisik, untuk difabel jenis ini sebenarnya relatif tidak ada permasalahan yang serius kecuali difabel tunarungu atau Tuli. Kita bayangkan saja kalau kita tidak bisa melihat, apakah masih bisa shalat? kalau semisal kita tidak bisa berdiri, masihkah bisa shalat? atau pakai kruk (alat bantu jalan) bisakah kita shalat? kalau kita tidak bisa mendengar, masihkah bisa shalat? ya mungkin terkendala saat mendengarkan imam. kalau kita tidak bisa bicara atau mengucapkan bacaan shalat? padahal mengucapkan bacaan shalat adalah rukun shalat yang harus dipenuhi. terus, bagaimana cara dia shalat? ini adalah hal yang sangat krusial tapi sangat sedikit orang yang aware.
saya pernah mengadakan penelitian di UIN Sunan Kalijaga terkait hal ini untuk meningkatkan pemahaman praktik shalat mahasiswa Tuli dengan BISINDO (Bahasa Isyarat Indonesia). (artikel lengkapnya dalam bentuk jurnal klik disini)
Berdasarkan hasil dari penulisan yang sudah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa hal terpenting dari sebuah pembelajaran adaptif dalam kelas adalah aksesibilitas dan komunikasi. Kondisi kelas atau peserta didik sesulit apapun kalau materi, media dan strateginya mudah diakses ditambah terjalinnya komunikasi yang positif antara peserta didik dan pendidik semua akan mudah terselesaikan. Seperti pada kasus program keagamaan ini, pengetahuan awal mahasiswa Tuli di PLD masih sangat awam tentang perihal keagamaan khususnya masalah salat. Namun hanya dengan empat kali pertemuan yang tadinya tidak tahu bacaan salat menjadi hafal dengan lancar menggunakan bahasa isyarat. Hal ini hanya bisa terjadi kalau pembelajaran diatur secara adaptif dalam hal materi, media dan strategi yang bisa menyesuaikan kebutuhan mahasiswa Tuli. Keberhasilan program ini bisa menjadi purwarupa kelas adaptif bagi peserta didik Tuli baik dalam hal materi, media maupun strategi. Hal yang paling mencolok dari program ini adalah penggunaan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) sebagai bahasa utama dalam pembelajaran serta konversi bacaan salat berbahasa Arab menjadi BISINDO. Penggunaan bahasa yang memang peserta didik pahami akan sangat berpengaruh terhadap hasil pembelajaran. Berbasiskan penulisan ini, pendidik atau pembuat kebijakan bisa membuat kelas yang adaptif untuk peserta didik Tuli lain dengan mengedepankan aksesibilitas dan komunikasi yang positif.
0 Comments: