Mengetahui vs Menyadari

Mengetahui vs Menyadari


Semua orang pasti tidak ada yang menolak kalau olahraga rutin akan membuat badan semakin sehat dan bisa membentuk badan yang bagus, namun berapa diantara kita yang melakukannya?

Semua orang pasti juga setuju kalau shalat 5 waktu adalah kewajiban setiap orang Islam di dunia, dan lebih baik lagi shalatnya berjamaah di masjid plus di awal waktu. Namun berapa diantara kita yang melakukannya?

Kemalasan pasti berujung tindakan yang negatif, bekerja keras dan tekun pasti menghasilkan sesuatu yang positif dan bermanfaat. Namun berapa diantara kita yang melakukannya?

Pacaran, pegangan tangan yang bukan mahromnya, boncengan kesana-kemari berdua sambil pegangan padahal belum resmi, itu semua orang tahu bahwa tidak benar. Namun dimana-mana kita melihat hal demikian akhir-akhir ini.

Menggunakan Hape, Laptop atau komputer untuk berkarya lebih bermanfaat daripada hanya untuk stalking, ngegame maupun lihat pilm. Namun berapa diantara kita yang karyanya banyak?


Sebenarnya banyak sekali perbuatan-perbuatan yang sebenarnya sudah diketahui masyarakat secara umum malahan tidak ada yang menyangkal kebenarannya namun tetap saja dilanggar oleh orang-orang. Pada suatu malam konten ini terlintas saja di pikiran dan membuat keinginan menulis timbul lagi setelah sekian lama tidak membuka blog ini. Kemudian saat dipikir-pikir, kenapa orang-orang sudah tahu bahwa itu salah tapi tetap saja melakukannya? Bukannya nanti dapat dosa ekstra, karena termasuk kategori orang yang tahu tapi tidak melakukan. Kalau saja orangnya tidak tahu mungkin bisa berbeda ceritanya.  Sudahlah, kita tidak bicara dosa atau pahala disini, itu sudah urusannya yang maha Memberi segalanya.

Dari berbagai kasus tersebut bisa kita ambil kesimpulan pendek bahwa saat orang mengetahui sesuatu, belum tentu orang tersebut langsung sadar dan melakukannya diwaktu tersebut. Ternyata kesadaran orang untuk melakukan sesuatu yang diterimanya tetap membutuhkan waktu. Diperlukan stimulus yang tepat bagi seseorang yang bisa jadi berbeda-beda untuk menyadarkannya. Mungkin inilah sebabnya para motivator, ustadz, kyai, atau guru kita menyampaikan sesuatu materi berulang-ulang yang sebenarnya kita sudah mendengar sebelumnya namun dengan cara yang berbeda. Mereka bertujuan bukan untuk memberi tahu kita, namun untuk menyadarkan kita. Seperti setiap qurban, pasti yang dibahas cerita Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, kita semua (mungkin) sudah tahu ceritanya tapi tetap saja masih sedikit yang rela berqurban. Kemudian kemarin pada waktu bulan ramadhan yang dibahas tidak jauh dari puasa dan berbagai manfaatnya, padahal hal ini sudah disampaikan berulang kali setiap ramadhan. Tapi, mengapa tetap terus disampaikan? Setiap orang pasti mempunyai pengalaman yang berbeda-beda dalam hidupnya, Oleh sebab itu diperlukan stimulus yang berbeda supaya bisa mengenai hati nuraninya.

Orang-orang yang mengendarai motor dengan kecepatan cahaya di jalan raya mungkin tidak akan mematuhi aturan lalu lintas sebelum dia mengalami kecelakaan sendiri, atau mungkin ada yang harus ditilang polisi dulu baru bisa sadar. Padahal sebenarnya dia sudah tahu risiko tersebut melalui cerita orang-orang melalui berbagai media online maupun offline. Tapi hati nuraninya baru sadar ketika kecelakaan... Begitulah manusia, kadang aneh. Sudah diberitahu, sudah banyak cerita yang serupa namun tetap saja dilakukan sebelum mengalami sendiri ceritanya. Mungkin orang-orang mau joging pagi rutin setelah divonis mengidap penyakit paru-paru parah dulu. Mau sampai kapan orang-orang yang belum shalat menjadi rutin shalat 5 waktu tanpa ada yang qodho atau ditinggalkan?
Masih menunggu stimulus yang tepat untuk sadar? atau menunggu diingatkan Yang Maha Kuasa dengan musibah dulu? Atau menciptakan sendiri stimulus yang tepat agar sadar lebih dini sebelum hal-hal yang tidak diinginkan menimpa?


Tulisan ini saya dedikasikan untuk semua orang yang sudah mengetahui tapi belum sadar-sadar juga.

Previous Post
Next Post

post written by:

0 Comments: