Kasus Pak Guru Budi di Sampang Menurut Perspektif Kang Siddicq

Kasus Pak Guru Budi di Sampang Menurut Perspektif Kang Siddicq


Awal Februari 2018 ini Indonesia digemparkan dengan kasus kekerasan murid terhadap gurunya, di picu dengan kasus meninggalnya seorang guru seni di Sampang. Uniknya hal ini terjadi setelah beberapa waktu lalu guru yang dilaporkan ke polisi karena menganiaya muridnya. Apakah ini wujud balas dendam para murid, entahlah....

Sekarang mudah sekali orang-orang membuat viral kasus-kasus yang dulu terabaikan di dunia maya. Hanya dengan bermodalkan hape pintar yang ada digenggaman para pembaca semua dan menyentuh beberapa tombol, tersebarlah dan bisa dibaca bebas oleh semua orang. Seperti sebut saja dulu ada fidget spinner, video Apple Pineapple Apple Pen, video baby shark, thriler film Dillan, dan masih banyak lagi yang mudah sekali viral hanya karena berbagai video di Youtube mulai dari aslinya, diperankan oleh profesional youtuber hingga parodi yang gak jelas tapi jadi trending. Tidak hanya berhenti di hal-hal tersebut tapi kasus-kasus pemantik emosi juga kerap kali menjadi viral secara cepat seperti dulu ada kasus kopi sianida, kasus papa s*tnov (takut tercyduq hahaha), pilkada DKI, pilpres, kasus korupsi, kasus guru menganiaya murid, atau bahkan sekarang murid yang menganiaya guru. Hal ini semua disebabkan karena memang gaya berjajaring sekarang memang sangat bebas. siapapun bisa membuat tulisan, kicauan atau video (yang jelek sekalipun) asalkan dibumbui caption yang gurih dan judul yang memancing emosi kemungkinan besar akan cepat trending.

Jadi, jangan heran kalau ada seorang murid yang "menganiaya" gurunya hingga meninggal (lebih suka menggunakan kata "meninggal" daripada "tewas" yang malah sering digunakan para awak media penggunaan kata di media dengan bijak dibahas ditulisan selanjutnya). Tanpa perlu tahu bahwa bagaimana keseharian dan latar belakang guru, murid, teman-teman hingga sekolahnya yang penting dan umumnya masyarakat Indonesia beranggapan bahwa murid harus menghormati guru. Itu saja, toh dulu guru-guru lebih ekstrim dan keras (katanya) dalam mendidik atau (menganiaya) muridnya, tapi tidak ada kasus-kasus seperti ini juga. Yang terpenting saat ada berita yang diluar batas kewajaran dan bertolak belakang dengan semua norma yang berlaku di masyarakat tentu langsung viral.

Jika melihat kondisi Indonesia yang seperti ini viralnya kasus pak guru Budi memang wajar dan tidak bisa disalahkan karena semuanya juga mengakui bahwa warga Indonesia memang mempunyai empati yang besar. Saya sebagai guru dan kepala sekolah saat ini di SMP Islam Prestasi Al Mubtadi-ien juga merasakan hal yang sama dan kondisi sosial yang mungkin sama dirasakan sama semua sekolah saat ini. Tapi yang saya sayangkan adalah tanggapan yang berlebihan, iya memang hal ini adalah salah satu bukti bahwa ada anak yang menganiaya gurunya hingga meninggal. iya benar guru memang punya hak untuk dihormati muridnya.

Sedangkan ini kan hanya potret kecil kondisi pendidikan kita, lebih banyak kasus-kasus anak baik dan berprestasi lokal hingga internasional, guru yang berdedikasi tinggi, kreatif, memanusiakan manusia, mengajar dengan penuh tanggung jawab, rasa kasih dan menjadikan para muridnya kreatif dan bisa menyelesaikan masalah kehidupan pribadi dan bermasyarakatnya. Banyak murid yang bisa membuat robot sederhana, makanan lezat, merangkai kerajinan, merakit laptop hingga membuat mobil, mereka yang berangkat setiap hari, selalu menghormati orang tua dan guru, supel dan ramah ke semua orang. Kemana berita semua orang itu? mungkin cuma sekali masuk berita selama 3 menit, lalu....? hilang entah kemana tidak terpikirkan lagi.
Ya.... Seperti pepatah jawa mengatakan bahwa
"Becik Ketitik Ala Ketara"
yang  artinya sesuatu yang baik hanya dititik atau terlewati begitu saja karena memang sudah lazim, namun jika hal itu jelek maka akan sangat "ketara" atau kelihatan. Ini juga mempengaruhi paradigma kita memandang suatu kasus yang selalu mencari kejelekan-kejelekan daripada menggali harta karun prestasi berharga di setiap kejadian. Kasus buruk selalu diberitakan sepanjang hari dan malam tanpa kenal lelah mulai di TV, youtube, tweeter, IG, FB, meme, hingga broadcast WA tapi bagaimana dengan capaian prestasi-prestasi dan keunikan anak-anak kita? siapa saja yang tahu? Sungguh kenyataan yang terbalik. seharusnya kebaikan itu kita sebar-sebarkan agar ditiru orang lain dan bisa dimanfaatkan orang lain dan kekurangan dan keburukan cukup kita simpan saja. Apakah anda merasakan yang dirasakan tersangka penganiayaan yang dihujat, dicaci, foto dan namanya disebarluaskan, bagaimana dia bisa mendongkrakkan harga dirinya di publik? alih alih diterima kuliah untuk melanjutkan pendidikannya, kerja sampingan saja mungkin ditolak. Terus masa depannya bagaimana? atau bagaimana jika itu diposisi kalian para pembaca? bayangkan saja (semoga tidak terjadi) kalian melakukan kejahatan yang mungkin tidak disengaja, namun terus difoto dan diviralkan nama dan foto anda di dunia maya hingga seperti kasus Pak Budi ini viralnya. apakah anda merasa nyaman sebagai pelaku kejahatan itu?

Mari kita sama-sama merenung untuk lebih bijak dalam menanggapi berbagai kasus yang akan viral di sosial media. Iya benar kita merasa simpati dan mendukung kasus ini untuk tidak ditiru oleh masyarakat luas. tapi juga jangan terlalu dibumbui dan berlebihan. Mari kita rubah paradigma kita, jangan melulu mencari kesalahan dan menyebarkannya dengan bangga seolah-olah kita sudah turut andil dalam menjaga perdamaian padahal sedang menyebarkan benih-benih kebencian di lain tempat.

Jadi ingat dulu pada saat mahasiswa pernah mengadakan seminar "sekolah bukan polisi moral" dengan pak Qowim di UIN Sunan Kalijaga. hhmm... tulisan ini sudah terlalu panjang besok saja lah cerita masalah itu.

Cukup sekian, bagaimana tanggapan anda terhadap kasus pak guru budi dan berbagai kasus yang viral di media sosial? tuliskan dikolom komentar.
terima reques tulisan.
Previous Post
Next Post

post written by:

0 Comments: