Hari rabu kemarin tepatnya 27 Desember 2017 di SMP Islam Prestasi Al Mubtadi-ien Ada hal yang sangat monumental dalam hidup sehingga merubah semua rencana yang sudah disusun rapi. Dulu awalnya setelah wisuda S1 di UIN (November 2017) ingin mengabdi dulu di PLD (Pusat Layanan Difabel) di UIN Suka jogja sebagai relawan karena memang sudah ada beberapa tanggung jawab khusus disana. Selain itu banyak sekali pengalaman yang bisa diambil dari sana karena memang menjadi ikon inklusifnya UIN jogja. Sambil mengabdi sambil menyiapkan berkas-berkas dan persyaratan untuk daftar paska dan beasiswa (rencananya sih di Pendidikan Inklusi, Australia). Namun, apa boleh buat, hal yang kita rencanakan dan kita sukai bisa jadi bukan yang terbaik menurut Sang Perencana Agung. Pada hari tersebut saya dilantik untuk menjadi Kepala SMP IP Al Mubtadi-ien di Karangmojo, Palbapang, Bantul. Padahal kondisi di UIN Jogja sudah mapan secara posisi dan finansial, rencana mau studi paska sudah dipersiapkan jauh-jauh hari.
Ya... mungkin ini memang yang terbaik.Dipilihnya sebagai kepala memang bukan kehendak sendiri, melainkan memang sudah menjadi calon tunggal karena tidak ada kandidat lain yang siap. Memang sih ada wakil kepalanya yang dulu, tapi baru repot membangun keluarga barunya, ada juga wakil kepala dari SDIT Samawi (satu yayasan) tapi tidak diizinkan sama kepalanya. Al hasil memang tidak ada pilihan lain kecuali ini.
Ya.... mungkin memang ini saatnya kita mempraktekkan ilmu yang sudah dipelajari.Merintis sekolah ditengah kondisi masyarakat desa memang menjadi tantangan tersendiri, mulai dari kondisi lingkungan geografis, fasilitas, kondisi siswa, kondisi guru, hingga finansial. kemudian ditambah dengan kurangnya pengalaman pribadi terkait bidang managerial sekolah, memang sih dulu di kampus menjadi aktivis berbagai organisasi, tapi masalahnya tidak sekompleks ini. Untung saja dulu kuliahnya di Jogja terus sekarang juga masih di Jogja. Jadi, akses jaringan masih mudah untuk diajak bekerja sama, konsultasi atau sekedar curhat sama teman lama yang masih di Jogja.
Ya.... mungkin memang harus kuliah di SMP IP A dulu sebelum ke Sydney University, AustraliaBaiklah, mari kita terima kondisi ini, jangan mengeluh, lihat sisi positifnya. Menjadi kepala sekolah di usia yang masih relatif muda memang menjadi kebanggaan tersendiri (kalau sukses dan semoga sukses) baik secara cerita, pengalaman atau sekedar tulisan di CV. Sebagai kepala sekolah kita bisa berkarya lebih mudah karena kita yang mengkontrol sekolah bisa mengatur program sekolah sesuai dengan ideologi yang kita yakini. Dan besok di kemudian hari jika proses penanaman pondasi ideologi di sekolah sukses dan bisa diterapkan di seluruh lini sekolah, tentu akan menjadi mahakarya yang sangat bisa dibanggakan. Darinya bisa menghasilkan banyak sekali karya penelitian (baik sendiri, kelompok maupun menjadi objek penelitian) yang tentunya bisa diajukan ke jurnal, membuat buku, membuat berbagai projek hasil dari karya siswa,dan yang paling membanggakan adalah mencetak para siswa yang sudah menemukan jati dirinya sehingga bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi sesuai dengan keinginannya. Akan lebih bangga lagi jika kita bisa melihat anak didik kita berhasi di bidangnya kelak dan menjadi pemimpin dibidangnya. Hal yang paling saya impikan adalah adanya guru-guru yang inovatif, kreatif dan kompeten sehingga bisa mengakomodasi semua kebutuhan siswanya melalui modifikasi materi, media, metode dan stretegi. Jadi, guru tidak hanya fokus menyuruh belajar muridnya saja, tapi dia juga harus belajar bagaimana muridnya bisa belajar dengan maksimal.
Ya.... semoga menjadi Kepala SMP IP A ini bisa memulai jejak prestasi secara profesional setelah mendapatkan gelar sarjana.Kita bisa merencanakan, tapi mungkin rencana kita tidak diridhoi Allah. sehingga Dia selalu berbaik hati untuk menginginkan hamba-Nya di jalan yang paling baik.
0 Comments: